Hampir 7 bulan, aku pindah ke tempat kos yang baru. Kali ini, kos yang aku tempati lebih besar, berada di lantai 3 dan punya jendela yang langsung mengarah ke luar. Awalnya, jendela tersebut ditutup dengan kertas. Namun, sebulan lalu, kertas yang dipakai untuk menutup jendela terlepas oleh kuatnya angin. Pemandangan di luar bangunan kos sekarang menjadi terlihat jelas.
Pagi hari, cahaya mentari sudah menggeliat manja masuk ke kamar membangunkanku. Suasana langit senja pun sepintas terpantul di jendela kamar. Itu sangat indah. Namun, pada malam hari aku menjadi takut. Takut melihat keluar.
Posisi toilet berada di kamar dan harus melewati jendela tersebut. Suasana malam di luar membuatku takut. Apalagi jika ku melihat ke jendela, isi kamarku terpantul melalui kaca jendela malam. Entah mengapa, aku menjadi takut. Aku berencana untuk membeli kembali kertas yang baru untuk menutup jendela tersebut.
Padahal di luar jendela kamar, kamu bisa melihat cahaya terang warna warni dari gedung apartemen dan mall. Sebelum jam 12 malam, banyak cahaya yang muncul, menandakan orang-orang di apartemen itu sedang beraktivitas. Seiring tengah malam, cahaya lampu mulai redup satu per satu.

Suatu ketika, di awal Agustus, seorang teman datang berkunjung ke tempatku. Kami menghabiskan sabtu sore dengan mengobrol bersama. Lalu jam 10.30 malam kami mulai menonton episode terbaru drama korea “It’s okay to Not be Okay” bersama. Tak terasa, episode tersebut berakhir jam 12 malam. Temanku bersiap pulang dan menunggu pesanan taksi online.
Sebelum beranjak turun ke lobi, temanku berkata padaku sambil melihat keluar jendela kamar “Nes, ini indah ya. Kamu bisa melihat cahaya-cahaya lampu dari apartemen sebelah”. Aku menjawab “iya indah. Tapi aku takut.” “Mengapa Takut?”, tanya temanku.
Aku sendiri bingung bagaimana harus menjawab pertanyaannya yang terlihat sederhana itu. Apa aku terlalu banyak menonton drama sehingga pikiranku bisa berkelana kemana-mana membayangkan adegan-adegan fantasi drama yang bisa muncul dari jendela? Ataukah aku takut karena trauma yang aku alami?
“Coba Nes, indah kok. Kamu bisa melihat sepenggal ‘malam-nya Jakarta’ melalui jendela kamar. Coba deh perhatikan baik-baik, pasti kamu bisa menemukan keindahannya dan tidak lagi menjadi takut”, ujar temanku. Tak lama kemudian aku mengantarnya turun ke lobi dan aku kembali ke kamar.
Sesampainya di kamar, aku melihat lagi ke luar jendela tersebut. Menatap seksama.Langit malam itu sedang sendu karena hujan, namun cahaya-cahaya lampu di ujung sana seolah-olah tersenyum walau di tengah kesenduan malam.
“Iya ya, indah…”, aku bergumam dalam hati.
Hingga saat ini, melihat ke luar jendela kamar menjadi salah satu aktivitas rutinku tiap malam. Walau kadang masih ada rasa takut jika langit sedang hujan dan petir, namun, hatiku kini merasa tenang setiap melihat cahaya di ujung sana.
Hal ini mengingatkanku untuk belajar melihat sebuah keindahan yang terpampang maupun tersirat dari sebuah peristiwa yang mungkin membuat takut dan sedih. Setiap peristiwa itu akan membawamu menjadi pribadi yang kuat. Walau hujan deras, aku masih bisa melihat cahaya di ujung sana. Dari setiap peristiwa yang membuatmu takut dan sedih, belajarlah untuk tidak berfokus pada badai tersebut. Carilah “cahaya” di balik setiap peristiwa tersebut. Niscaya, kamu tidak akan takut lagi dan malah menjadi kuat menghadapinya.