Senin, 24 September 2018.
Hari ini, ada yang berbeda saat aku berangkat ke kantor. Biasanya, aku segera turun ke depan rumah, mencari grab driver yang sudah menunggu di sana. Namun, hari ini, aku turun dan jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Aku akan mengendarai motor untuk pertama kalinya sepanjang 24 tahun. Tentunya, aku sudah latihan sendiri terlebih dahulu pada hari minggu kemarin. Aku berlatih hanya bermodalkan teori-teori yang sering teman-temanku katakan. Tanpa yang yang mengawasi, aku memberanikan diri untuk membawa kendaraan roda dua tersebut berjalan.
Masih canggung.
Mungkin bagi orang lain, hal ini sudah sangat biasa. Namun, bagiku, ini hal yang excited! Hal baru ini membuat aku benar-benar memahami arti dari doa “Tuhan berkati perjalananku dari Kos ke Kantor, agar aku bisa tiba dengan selamat.”. Aku semakin mengerti yang namanya “doa sungguh-sungguh dalam sebuah perjalanan.”. Apalagi perjalanan dari kos ke kantor, harus melewati perempatan yang tidak pernah tidak sepi dan selalu chaos.
Pagi itu semua berjalan lancar. Jalanan tidak terlalu macet hanya membutuhkan waktu 10 menit. Sepanjang jalan aku cuma berdoa dalam hati kepada Tuhan sambil berkonsentrasi tinggi. Aku terus bergumam “Tuhan tolong Agnes. Jangan panik Agnes.” Hingga sampai di depan pagar kantor, aku terjatuh saat ingin membuka pagar pintu parkiran. Aku lupa menurunkan standar, sedangkan tubuhku sudah siap keluar ke arah kiri. Aku terjatuh, dan badan belakangku tergores perih oleh ranting pohon kecil yang ada disana. Motor ku pun terjatuh ke arah kiri. Untungnya, motor itu tidak menimpa kakiku.
Saat itu, ada seorang office boy di kantor yang menolongku dan menyelamatkan motorku. Bajuku sobek dan aku segera mengobati luka goresan tersebut.
Singkat cerita, saat jam kantor selesai. Aku cepat-cepat balik ke Kos sebelum jalanan semakin padat dan macet. Saat perjalanan, aku masih agak takut. Namun, saat aku melihat ke kaca spion kananku, ada pantulan mentari yang hendak kembali ke peraduan dengan langit yang mulai berubah jingga. Aku tertegun. Aku seperti ditampar saat melihat mentari sore itu.
Aku lupa mengucap syukur.
Sepanjang perjalanan, aku berpikir panjang. Kenapa kejadian pagi tadi bisa terjadi? Kemarin saat aku latihan, semuanya lancar. Aku teringat kalau aku lupa mengucap syukur dan terlalu membanggakan diri sendiri. Saat tiba di depan pagar kantor, alih-alih aku mengucap syukur kepada Tuhan yang sudah menyertai perjalananku, malah aku berkata “Hei Agnes. Kamu hebat. Selamat. Kamu bisa. Kamu keren banget.” Dan lalu aku lupa menurunkan standar motor.
Aku lupa mengucap syukur terlebih dahulu. Aku dengan begitu cepat lupa kalau Tuhan-lah yang menjagaiku sepanjang perjalanan. Bukan karena aku-nya yang hebat, tapi karena Tuhan yang beri kekuatan dan menjaga.
Mentari sore itu, mengingatkanku kembali bahwa “Tuhan akan menjaga kamu kok Nes. Yang perlu kamu lakukan adalah berserah kepada-Nya, bukan mengandalkan kekuatan sendiri”.
Kiranya di hari-hari kedepan, aku juga akan terus menyerahkan setiap perkara dalam tangan Tuhan. Membiarkan dia bekerja dalam diriku.
What a day!!!