“Ah, semoga hari ini menjadi sedikit berwarna”.
Mungkin itu asa yang hampir pudar dari orang – orang yang menjalani sebuah rutinitas. Bangun pagi – aktivitas utama (entah kerja, entah sekolah, entah kuliah) – pulang rumah – tidur dan begitu seterusnya. Hal itu terus berputar selama 5 hari kedepan, dan akhirnya bertemu weekend. Sangat banyak dijumpai display picture, instagram post maupun status yang menyatakan “Thanks God it’s friday” (Terima kasih Tuhan, hari ini Jumat). Salah satu ucapan yang umum ketika banyak orang bersiap dan tidak bersabar menjalani 2 hari weekend kedepan. 2 hari yang mungkin memberikan ‘banyak’ warna dalam minggu ini. Dan kemudian kembali lagi senin. Isi timeline media sosial berubah menjadi “Hell-o Monday” dan berbagai variasi lainnya untuk menyatakan seolah-olah “oh..senin. Kenapa cepat sekali?”. Ini terus berlanjut, hingga 30 hari kedepan, 60 hari, 120 hari……. hingga 365 hari kedepan.
Apakah kamu pernah merasakan demikian?
Saya pernah.
Hidup dalam sebuah rutinitas membuat kita seperti dijebak belenggu. Mungkin kita sedang berada dalam penjara rutinitas namun kita tak menyadari itu. Itu hanya sebagian kecil rutinitas dalam sehari, seminggu atau setahun. Tapi bagaimana dengan sepanjang hidupmu? Bisa jadi hidupmu seperti kebanyakan orang lainnya, lahir – belajar berjalan – sekolah – pacaran – kuliah – kerja – nikah – punya anak – punya cucu dan mati.
Apakah kita diciptakan hanya untuk melakukan sesuatu yang sepertinya tak bervariasi itu?
Tidak.
Menjumpai diri dalam sebuah belenggu rutinitas membuatku semakin berpikir akan makna hidup. Tidak mungkin Tuhan menciptakanku hanya untuk melakukan hal rutin ini saja. Setiap hari ku jumpai timeline media sosialku dengan foto pernikahan, foto kematian, foto kelahiran, kesuksesan bahkan kegagalan. Mendengar kabar seseorang meninggal saja, membuat air mataku berlinang. Bahkan ketika aku tak mengenal orang tersebut. Mendapati foto orang berbahagia karena diwisuda atau menikah pun membuatku terharu. Itu semakin mendesakku untuk mencari apa sebenarnya makna hidupku ini.
Apakah semua ini hanya bagian dalam lingkaran rutinitas hidup?
Atau ada sesuatu diluar ini yang membuat semua ini bermakna?
Bisakah aku terus bersukacita untuk rutinitas ini karena sebuah makna yang kekal?
Di tengah kegelisahan itu, aku menemukan sebuah ayat Alkitab yang berkata “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” (Yeremia 1:5).
Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.
Aku telah menetapkan engkau menjad akuntan yang memuliakan Tuhan.
Aku telah menetapkan engkau menjadi kontraktor yang jujur.
Aku telah menetapkan engkau menjadi pejabat negara yang berintegritas.
Tuhan bahkan telah membentuk kita sejak dalam rahim ibu. Bukan saja membentuk, Dia bahkan telah mengenal kita.
Bukankah itu pertanda bahwa kita bermakna dan mempunyai sebuah tujuan?
Manusia yang membuat robot, mempunyai tujuan untuk apa robot tersebut ada. Mungkin saja, robot untuk membantu pekerjaan rumah, robot untuk melayani di restoran, dan sebagainya. Robot tersebut akan menjadi tak bermakna dan tak bernilai, ketika dia tidak tahu tujuan dia ada di dunia ini.
Begitu pula manusia, dia akan menjalani hari – hari ini dengan penuh sukacita dan makna ketika dia tahu untuk apa dia ada di dunia ini. Ya, tujuan manusia adalah untuk memuliakan Tuhan. Tuhan menciptakan kita untuk menjadi berkat bagi dunia ini lewat setiap talenta kita. Kita akan menemukan sebuah sukacita yang kekal, yaitu untuk melihat Tuhan disenangkan dan dimuliakan lewat setiap yang kita lakukan.
Lalu bagaimana dengan semua rutinitas ini?
Kita mungkin tak bisa menghindari semua rutinitas ini. Namun, kita masih dapat bebas dari belenggu rutinitas yang terus mengikat kita. Bagaimana bisa? Ya, hal itu bisa terjadi ketika kita menjalani hari – hari ini dengan passion yang besar akan apa yang kita lakukan.
Ketika kita mempunyai passion yang besar untuk pendidikan anak – anak, kita akan semakin bersukacita ketika menjalani hari sebagai seorang guru. Bahkan kita tidak lagi menganggapnya sebagai rutinitas, namun menjadi hari yang bermakna dan berwarna. Kita akan terus bersukacita ketika menatap laptop sepanjang hari untuk mengerjakan sebuah website, ketika kita mengerjakan itu dengan dorongan passion yang besar.
Ketika kamu menyadari untuk apa kamu melakukan ‘hal ini’, kamu akan melakukannya dengan sukacita.
Rutinitas-mu akan berubah menjadi hari – hari yang penuh warna dan makna.
Istilah ‘Hell-o Monday’ akan berubah menjadi ‘Thanks God it’s monday’. Kamu akan terus melantukan pujian syukur dan sukacita untuk hari – hari yang kamu lalui.