Saudara, Tak Harus Sedarah

Queen adalah seorang anak tunggal yang hidup di tengah keluarga yang menyayangi dia. Sejak kecil, dia selalu bermain dengan adik sepupunya. Sebagai seorang anak tunggal, dia terbiasa dimanjakan dengan semua keinginannya. Terkadang itu terbawa hingga Queen dewasa. Terbiasa hidup sendirian, membuat Queen menjadi orang yang cuek dan kadang kurang memikirkan perasaan orang lain. Hal itu tidak membuat Queen terlarut begitu saja dalam sifat buruknya, dia banyak melaksanakan proyek ketaatan yang membuat dia berubah. Dia terus berusaha untuk berubah dan menjadi serupa dengan Sang Penciptanya.

Di kampus tempatnya menuntut ilmu, dia dipercayakan membimbing sebuah kelompok kecil, yang terdiri dari delapan orang Mahasiswa Baru. Queen sangat senang dan menjalani tugasnya itu dengan penuh sukacita. Semua hal dia lalui, tangis dan air mata, terkadang marah dan jengkel, dia hadapi. Hingga tiba pada waktu perpisahannya dengan adik-adik dikelompoknya itu.

Queen sangat sedih namun sekaligus senang. Sedih karena harus berpisah secara formal dengan adik-adik tersebut. Namun, dia juga merasa sangat senang karena setidaknya Tuhan memberi dia kesempatan untuk merasakan bagaimana membimbing dan mempunyai adik walau mungkin hanya dalam satu semester. Perasaan itu terus meluap setiap harinya. Sebuah sukacita yang tak terhingga.

Suatu ketika, dua orang diantara mereka memberikan Queen surat, dan dia pun membacanya di depan mereka. Air mata Queen ingin menetes ketika itu, namun tetap tertahankan. Ketika mentari berganti bulan, Queen membuka suratnya kembali dalam keadaan kamar yang hening. Queen membaca kata demi kata. Sebuah bahasa surat yang sangat sederhana, namun Queen tahu itu berasal dari hati mereka. Queen meneteskan air mata beberapa detik kemudian ketika membacanya. “Terima kasih, karena kakak …… Kakak telah kuanggap sebagai kakakku sendiri”, kalimat itu sontak membuat air mata Queen mengalir deras. Sejak dulu, Queen ingin sekali punya adik lelaki. Namun sayang Tuhan berkehendak lain, Tuhan memanggil pulang adik lelakinya bahkan ketika dia belum merasakan udara bumi. Tuhan memanggilnya pulang, dan juga membawa mama Queen pulang ke rumah Bapa untuk menjaganya di atas sana. “jadi, inikah rasanya menjadi seorang kakak?”, tanya Queen dalam hatinya. Queen sangat menyayangi mereka sebagai seorang adik. Bagi Queen, saudara tidaklah harus sedarah. Ada benang lain yang menghubungkan mereka. Bukan ikatan darah, tapi ikatan Kasih Kristus. Queen sangat bersyukur bisa diberi kesempatan memiliki adik walaupun tak sedarah.

Queen tidak bisa menolong mereka lebih lama. Semester depan Queen akan lulus dan meninggalkan kampus ini. Queen kan terus berdoa kepada Tuhan, agar Tuhan terus menjaga mereka, dan menolong mereka. Hanya doa, yang akan mempersatukan. Hanya darah Kristus yang tercurah di atas kayu Salib yang akan mempertemukannya kembali dalam surga kekal.

————
Terima kasih adikku. Kami mungkin beda suku dan darah. Tapi kami ditebus oleh Tuhan yang satu, yaitu Yesus Kristus. Tidak ada lagi perbedaan diantara kami. Karena di dalam Kristus, semuanya adalah satu. Aku menyayangi kalian, adikku. Aku sangat mengasihi kalian, seperti Kristus mengasihi kalian.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s