Tanahku, Tanah Surga (Katanya)

Sebuah film layar lebar yang berdurasi sekitar 120 menit, baru saja menyadarkanku dan membuka pandanganku lebih luas lagi.

pantai-ora1Aku pernah mendengar sebuah tipe game keakraban tentang mata kuda. Dimana, dia dikasih kacamata yg hanya bisa melihat ke arah 180 derajat di depannya. Ga bs melihat ke kanan dan ke kiri, semuanya ketutup. Mungkin kalau bisa dibilang, itu sebuah sindiran yang tepat untuk bangsa ini, terutama bagian pendidikannya. Terlalu terpusat pada daerah perkotaan, seolah – olah di pelosok negeri ini hanya ada hutan yang gak didiami oleh seorang pun.

Sore hari, ketika aku sampai di kost-an ku, dengan lemas aku membuka televisi dan melihat siaran berita. Disana, ditayangkan tentang pendidikan, yang kalimat terakhir menyebutkan “… jadi  dapat dikatakan jumlah guru di Indonesia lumayan banyak dan lebih banyak dibandingkan negara tetangga kita, korea selatan. Dengan jumlah guru demikian, dapat dikatakan perbandingan jumlah guru dengan siswa di Indonesia sekarang ini adalah 1:18. Itu berarti, 1 orang guru rata – rata mengajar 18 orang anak. …”. aku jadiberpikir, ya mungkin itu adalah angka rata – ratanya, tetapi bagaimana dengan persebaran jumlah guru di SELURUH daerah Indonesia? Apakah masih bisa mendapatkan angka 1:18 tersebut? Angka itu mungkin cocok bagi daerah perkotaan saja, tapi tidak untuk daerah pelosok. Bahkan dalam beberapa tahun belakangan ini, banyak film layar lebar yang mengangkat sisi kehidupan saudara saudari kita di pelosok negeri, dengan keadaan pendidikan yang miris. 1 orang guru mengajar kelas 1-4, dengan keadaan kelas yang sangat biasa. Bahkan ada sekolah yang ga ada guru, padahal anak – anak sangat semangat sekali untuk bersekolah. Hmmm…mungkin aku melihat itu hanya di film, but it’s real guys. Seringkali ku baca artikel pendidikan dan semua berpusat disana. Aku jadi berpikir, kenapa gak ada guru yang punya hati dan jiwa untuk mengajar di daerah pelosok? Apakah mereka hanya mencari materi ketika mengajar di sekolah perkotaan? Atau apa yang mereka kejar? Mencerdaskan bangsa atau hanya sebagai profesi belaka.  Aku bukan bermaksud mengatakan hal yang jelek pada guru Indonesia sekarang, mungkin beberapa diantara mereka yang punya alasan yang sangat masuk akal untuk hal ini. Tapi bagaimana dengan kita yang lain? Berdiam dirikah? Banyak sarjana s1 yang sekarang pengangguran. Berjalan sana sini, menyia – nyiakan pendidikannya begitu saja. Tidakkah satu saja dari mereka, punya hati untuk mereka di pedalaman papua, sumatra, ataupun kalimantan? Tak pantas aku menghakimi, tapi biar ini jadi refleksi kita bersama.


Malam ini, disiarkan lagi sebuah film yang judulnya “Tanah Surga (katanya)”. Pertama kali mendengar judulnya saja, aku jadi bertanya, “mengapa ada kata “katanya” ? “ bukankah itu sebuah fakta kalau memang tanah kita adalah tanah surga? Buktinya, emas berserahkan di Papua, kalimantan pun ya hutan yang jadi paru – paru dunia yang menyimpan begitu banyak flora fauna, Cengkih dan Pala yang berlimpah di Maluku, kebudayaan yang tak terhitung berapa banyaknya, Sumatra dengan ke-khasannya. Bukankah itu sudah jadi fakta, kalau TANAH KITA TANAH SURGA?? Lantas, apalagi yang harus dipertanyakan??

IMG_1391

Terdiam, dan menunggu untuk melihat film ini hingga selesai. Ketika 1 scene di bagian depan berlalu di televisi, aku mengurungkan lagi kata – kataku tadi. Ternyata, hal itu “sepertinya” tidak dialami oleh mereka di pelosok, dalam hal ini perbatasan kalbar dan malaysia. Film ini bertambah seru ketika terjadi pertengkaran kecil antara ayah Saman dan kakeknya. Ayahnya ingin pergi dan membawa juga kakek serta 2 anaknya ke malaysia dan menetap disana. Hanya dengan alasan, mereka akan punya kehidupan yang lebih layak di sana. Kakeknya bersikeras dan melawan kata – kata itu. Dia masih mengingat jelas ketika dia menyaksikan dan terlibat langsung dalam peperangan indo-malay.  Tapi poinnya, aku berpikir lagi, apa ini hal yang sering terjadi di daerah perbatasan?

Singkat cerita, aku miris ketika melihat keadaan kelas seperti demikian dengan 1 orang tenaga pengajar. Bahkan di desa itu pun hanya ada 1 orang tenaga medis. Sungguh, air mata ku menetes melihat keadaan ini. Bahkan mereka saja tak mengenal mata uang Indonesia, warna bendera Indonesia dan lagu kebangsaan Indonesia.  Ayah Saman dan adiknya perempuan memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dan pergi tinggal di Malaysia, sedangkan Saman dan kakeknya tetap di Indonesia.

Dengan lugu, Saman bertanya: “apakah benar tanah kita,tanah surga?”.  Guys, apa jawaban yang akan beri untuk anak ini? Ya atau tidak? Atau itu Cuma ‘katanya’ ?? aku tak terlalu ingat dengan jelas tentang isi puisi Zaman dalam film tersebut. Tapi disitu smua tertera jelas, kritikan anak bangsa.

Bukan lautan, hanya kolam susu .. katanya.

Tapi kata kakekku hanya orang-orang kaya yang minum susu
 Kain dan jala cukup menghidupimu. Tiada badai tiada topan kau temui .. Katanya.

Tapi kata kakekku ikannya di ambil nelayan-nelayan asing
 Ikan dan udang datang menghampirimu .. katanya. Tapi kata kakekku.. ssst, ada udang di balik batu
 Orang bilang tanah kita tanah sruga .. katanya

Tapi kata dokter intel, yang punya surga Cuma pejabat-pejabat
 Tongkat kayu dan batu jadi tanaman .. katanya.

Tapi kata dokter intel, kayu-kayu kita di jual kenegara tetangga
 Orang bilang tanah kita tanah sruga, Tongkat kayu dan batu jadi tanaman .. katanya ,

Tapi kata kakekku belum semua rakyatnya sejahtera,

banyak pejabat yang menjual kayu dan batu untuk membangun surge mereka sendiri.

Lagi dan lagi,  air mata ku menetes ketika orang lain tertawa ketika anak – anak di sekolah tersebut, disuruh menyanyikan lagu kebangsaan. Yang mereka nyanyikan malahn lagu “bukan lautan hanya kolam susu…”. sungguhkan? Lagu Indonesia raya yang ketika dari SD-SMA selalu dinyanyikan ketika upacara bendera hari senin saja, mereka bahkan tak menghafalnya? Bendera merah putih saja tak mereka punyai, bahkan tak seorang pun di desa tersebut, kecuali kakeknya Saman. Bendera itu disimpan begitu rapih di sebuah kotak, dan kata beliau, bendera ini terakhir dikibarkan saat perang dan itu sudah lama sekali. Pikirku sini, untung mereka masih sadar mereka itu tinggal di Indonesia.

Mungkin Indonesia terlalu luas untuk menjangkau daerah pelosok. Tapi cobalah perhatikan sedikit saja pada pelosok. Jangan hanya terus membangun perkotaan yang sudah sangat padat dan penuh polusi tersebut. Lihat, masih banyak harta terpendam di daerah pelosok negeri ini. Aku salut pada Saman, dia begitu mencintai Indonesia, anak kecil, polos dan lugu yang bisa dibilang ga mengalamiyang namanya ‘surga’ Indonesia, tapi dia tetap menyayangi Indonesia. Salah satu adegan yang sanagt menyentuh, ketika dia memakai baju sekolahan di kawasan perbatasan, dengan kebanggaan yang luar biasa dan senyumm yang semakin melebar, dia berlari merentangkan MERAH – PUTIH!!! Siapkah kita generasi muda sekarang ‘merentangkan’ bendera kebangsaan itu dalam setiap aspek hidup kita? Atau Cuma sebuah rutinitas ketika kita diberi tugas oleh guru untuk mengibarkan bendera merah – putih ?

Sungguh, lepaskan lah kacamata kuda yang selama ini tanpa sadar sedang kita gunakan. Lihatlah di seklilingmu, ada begitu banyaaak anak negri yang membutuhkan pertolonganmu, teman – teman. Mereka generasi penerus bangsa, penerus kehidupan bumi ini. Sejahterakanlah mereka, rawatlah mereka dan lihatlah mereka. Mereka perlu bahu yang siap untuk dipeluk, telinga yang siap mendengar dan kaki tangan untuk membantu mereka beraksi bagi bangsa ini.

Diakhir kisah ini, diceritakan kakeknya Saman sakit keras dan sudah waktunya untuk dibawa ke rumah sakit. Sayangnya, rumah sakit itu begitu jauh dan harus lagi ditempuh dengan perahu. Disaat yang bersamaan pula, ayahnya Saman sedang bergembiara mennonton siaran bola malaysia dan adiknya yang sedang menggambarkan sesuatu.

Dalam film tersebut, menceritakan Saman yang bekerja keras untuk mengumpulkan uang pengobatan kakeknya. Hingga, ketika sedang berada di atas perahu, kakeknya tidak sanggup lagi bertahan. Dia memanggil – memanggil nama cucunya dan berusahaa keras untuk menyampaikan sesuatu. “Indonesia, tanah surga. Apapun yang terjadi pada dirimu, jangan sampai kehilangan cintamu pada negri ini. Genggam erat cita – citamu. Katakan pada dunia dengan BANGGA, kami bangsa Indonesia……..ta…nah ka…yaa…. ra..ya!”. air mata menetes deras pada pipinya Saman, dan aku rasa begitu pula dengan kita yang sedang menonton adegan tersebut. Dengan tangisan, dia menelpon ayahnya, ayahnya kaget dan terdiam memanggil anak perempuan yang dia bawa bersamanya. “nak…..”, gadis tersebut berbalik dan hanya menunjukan sebuah lukisan indah. Ada kakek, kakak (Saman), aku dan Ayah bergandeng tangan berlatar belakang rumahnya di kalimantan barat dan disampingnya berkibar bendera merah putih. Hatinya masih ada untuk Indonesia. Jangan sia – siakan kesempatan mu di dunia ini.

KATAKAN PADA DUNIA DENGAN BANGGA,

KAMI BANGSA INDONESIA,

TANAH KAYA RAYA. TANAH SURGA!!!!!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s